JELAJAHI LEBIH BANYAK ILMU PENGETAHUAN MENARIK DI DALAM BLOG INI, BILA INGIN MENYAMPAIKAN SARAN DAN KRITIK BISA COMENT LANGSUNG DI BLOG INI (TERIMAKASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA) BERBAGI ILMU: TEKNIK BUDIDAYA TANAMAN MONOKULTUR DAN TUMPANG SARI

TEKNIK BUDIDAYA TANAMAN MONOKULTUR DAN TUMPANG SARI

I.     PENDAHULUAN
                            Latar Belakang
Pertanian merupakan kegiatan pemanfaatan sumber daya hayati yang dilakukan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, bahan baku industri, atau sumber energi, serta untuk mengelola lingkungan hidupnya, Sektor pertanian provinsi Sulawesi Tengah sampai saat ini masih menempati urutan penting dan strategis, karena kontribusinya terhadap Pendapatan Asli Daerah masih sangat dominan, mencapai 45% hingga 50% berbasis pertanian, sehingga sangat penting untuk pertumbuhan perekonomian daerah, hal ini disebabkan sebagian besar penduduk sulawesi tengah masih bermata pencaharian sebagai petani.
Pada saat ini kita sering mendengar teknik bertanam dengan sistem monokultur atau pertanaman tunggal dan dengan sistem tumpang sari atau menanam 2 jenis tanaman atau lebih pada satu lahan dan waktu yang sama, sistem menanam monokultur ataupun tumpang sari memiliki kelebihan serta kekurangan masing-masing baik dari sisi internal maupun eksternal.
Pertanaman tunggal merupakan salah satu cara budidaya di lahan pertanian dengan menanam satu jenis tanaman pada satu areal. Cara budidaya ini meluas praktiknya sejak paruh kedua abad ke-20 di dunia serta menjadi penciri pertanian intensif dan pertanian industrial. Monokultur menjadikan penggunaan lahan efisien karena memungkinkan perawatan dan pemanenan secara cepat dengan bantuan mesin pertanian dan menekan biaya tenaga kerja karena wajah lahan menjadi seragam. (Mejaya, 2008).
Tumpangsari merupakan suatu usaha menanam beberapa jenis tanaman pada lahan dan waktu yang sama, yang diatur sedemikian rupa dalam barisan-barisan tanaman. Penanaman dengan cara ini bisa dilakukan pada dua atau lebih jenis tanaman yang relatif seumur, misalnya jagung dan kacang tanah atau bisa juga pada beberapa jenis tanaman yang umurnya berbeda-beda. Untuk dapat melaksanakan pola tanam tumpangsari secara baik perlu diperhatikan beberapa faktor lingungan yang mempunyai pengaruh di antaranya ketersediaan air, kesuburan tanah, sinar matahari dan hama penyakit (Hendroatmodjo, 2009).
2.2       Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari praktek lahan Dasar-Dasar Agronomi adalah untuk mengamati perbedaan tumbuh dan hasil dari tanaman monokultur dan tumpang sari. Kegunaan dari praktek lahan Dasar-Dasar Agronomi adalah untuk mengetahui teknik budidaya tanaman secara monokultur maupun tumpang sari.

II.  TINJAUAN PUSTAKA
2.1       Klasifikasi
Klasifikasi dari tanaman jagung (Zea mays) yaitu Kingdom Plantae (Tumbuhan), Subkingdom Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi: Spermatophyta (Menghasilkan biji), Divisi Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas Liliopsida (berkeping satu / monokotil), Sub Kelas: Commelinidae, Ordo Poales, Famili Poaceae (suku rumput-rumputan), Genus: Zea, Spesies Zea mays L (Aak, 2008).
Klasifikasi dari tanaman Kacang hijau (Phaseolus radiatus L) Kerajaan: Plantae, Divisi Tracheophyta, Upadivisi Angiospermae, Kelas Magnoliophyta Ordo Leguminales, Famili Papilionaceae,  Upafamili Faboideae, Bangsa: Aeschynomeneae, Genus  Phaseolus, Spesies  Phaseolus radiatus L
2.2       Tehknik Budidaya
2.2.1    Tanaman Jagung (Zea mays)
            Syarat tumbuh tanaman jagung pada umunya membutuhkan Curah hujan ideal sekitar 85-200 mm/bulan dan harus merata. Membutuhkan sinar matahari, tanaman yang ternaungi, pertumbuhannya akan terhambat dan memberikan hasil biji yang tidak optimal. Suhu optimum antara 230 C - 300 C. pH tanah antara      5,6-7,5. Aerasi dan ketersediaan air baik, kemiringan tanah kurang dari 8 %. Daerah dengan tingkat kemiringan lebih dari 8 %, sebaiknya dilakukan pembentukan teras dahulu. Ketinggian antara 1000-1800 m dpl dengan ketinggian optimum antara 50-600 m dpl (Aak, 2008).
            Benih sebaiknya bermutu tinggi baik genetik, fisik dan fisiologi               (benih hibryda). Daya tumbuh benih lebih dari 90%. Kebutuhan benih + 20-30 kg/ha. Sebelum benih ditanam, sebaiknya direndam dalam POC NASA (dosis 2-4 cc/lt ahir semalam. Tanah yang akan ditanami dicangkul sedalam 15-20 cm, kemudian diratakan. Setiap 3 m dibuat saluran drainase sepanjang barisan tanaman. Lebar saluran 25-30 cm, kedalaman 20 cm. Saluran ini dibuat terutama pada tanah yang drainasenya jelek. Di daerah dengan pH kurang dari 5, tanah dikapur (dosis 300 kg/ha) dengan cara menyebar kapur merata/pada barisan tanaman, + 1 bulan sebelum tanam (Suprapto, 2008).
Lubang tanam ditugal, kedalaman 3-5 cm, dan tiap lubang hanya diisi 1 butir benih. Jarak tanam jagung disesuaikan dengan umur panennya, semakin panjang umurnya jarak tanam semakin lebar. Jagung berumur panen lebih 100 hari sejak penanaman, jarak tanamnya 40x100 cm (2 tanaman /lubang). Jagung berumur panen 80-100 hari, jarak tanamnya 25x75 cm (1 tanaman/lubang) (Muhadjir, 2005).
         Pengelolaan tanaman dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu penjarangan, penyulaman tanaman, Penyiangan, Pembumbunan, serta Pengairan dan Penyiraman. Penjarangan dapat dilakukan dengan pemotongan daun yang berlebihan. Penyulaman sendiri bertujuan untuk mengganti benih yang tidak tumbuh/mati, dilakukan 7-10 hari sesudah tanam (hst). Penyiangan dilakukan 2 minggu sekali. Penyiangan pada tanaman jagung yang masih muda dapat dengan tangan atau cangkul kecil, garpu dll. Pembumbunan dilakukan bersamaan dengan penyiangan untuk memperkokoh posisi batang agar tanaman tidak mudah rebah dan menutup akar yang bermunculan di atas permukaan tanah karena adanya aerasi. Dilakukan saat tanaman berumur 6 minggu, bersamaan dengan waktu pemupuka. Setelah benih ditanam, dilakukan penyiraman secukupnya, kecuali bila tanah telah lembab, tujuannya menjaga agar tanaman tidak layu (Suprapto, 2008).
          Tahap akhir yaitu Panen dan Pasca Panen. Ciri dan Umur Panen  86-96 hari setelah tanam. Jagung untuk sayur (jagung muda, baby corn) dipanen sebelum bijinya terisi penuh (diameter tongkol 1-2 cm), jagung rebus/bakar, dipanen ketika matang susu dan jagung untuk beras jagung, pakan ternak, benih, tepung dll dipanen jika sudah matang fisiologis (Suprapto, 2008).
2.1.2 Tanaman Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L)
Syarat Tumbuh Kacang Hijau (Phaseolus radiates L) pada umumnya memerlukan Tekstur Tanah dengan tipe Liat berlempun. Struktur tanah gembur Ph 5,8 sampai 7,0 optimal  6,7 Iklim Curah hujan optimal 50 - 200 mm/bln. Temperatur 25o - 27o C dengan kelembaban udara 50 - 80% dan cukup mendapat sinar matahari (Arifin, 2007).
PengelolaanTanah dapat dilakukan dengan mencangkul hingga gembur (untuk tanah tegalan yang berat pembajakan dilakukan sedalam 15-20 cm), dibuat petakan 3-4 m. Pemberian mulsa jerami sekitar 5 ton/ha agar dapat menekan pertumbuhan gulma, mencegah penguapan air dan perbaikan struktur tanah. CaraTanam Benih ditanam dengan cara tugal, dengan jarak 40 cm x 10 cm atau 40 cm x 15 cm, tiap lubang diisi 2 biji.

Pada tanah yang kurang subur dilakukan pemupukan 45 kg Urea + 45 - 90 kg TSP + 50 kg KCL/ha. Penyiangan dilakukan seawal mungkin karena kacang hijau tidak tahan bersaing dengan gulma. Penyiangan dilakukan 2 kali pada umur 2 dan 4 minggu (Arifin, 2007).
Tahap akhir yaitu panen dan pasca panen, Kacang hijau dipanen sesuai dengan umur varietas, Tanda-tanda lain bahwa kacang hijau telah siap untuk di panen adalah berubahnya warna polong dari hijau menjadi hitam atau coklat dan kering. Panen dapat dilakukan satu, dua atau tiga kali tergantung varietas. Jarak antara panen kesatu dan ke dua 3-5 hari. Pasca panen dilakukan dengan Pengeringan polong dilakukan selama 2-3 hari dibawah sinar matahari. Pembijian dilakukan secara manual yaitu dipukul-pukul dengan tongkat kayu. Sebelum disimpan biji kacang hijau di jemur kembali sampai mencapai kering lalu melakukan penyimpanan dengan kadar air 8 – 10 % (Mejaya, 2008).
                                
2.3       Tumpang Sari  dan Monocultur
Tumpangsari merupakan suatu usaha menanam beberapa jenis tanaman pada lahan dalam waktu yang sama, yang diatur sedemikian rupa dalam             barisan-barisan tanaman. Penanaman dengan cara ini bisa dilakukan pada dua atau lebih jenis tanaman yang relatif seumur, misalnya jagung dan kacang tanah atau bisa juga pada beberapa jenis tanaman yang umurnya berbeda-beda. Untuk dapat melaksanakan pola tanam tumpangsari secara baik perlu diperhatikan beberapa faktor lingkungan yang mempunyai pengaruh diantaranya ketersediaan air, kesuburan tanah, sinar matahari dan hama penyakit. Penentuan jenis tanaman yang akan ditumpangsarikan dan saat penanaman sebaiknya disesuaikan dengan ketersediaan air yang ada selama pertumbuhan. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari persaingan (penyerapan hara dan air) pada suatu petak lahan antar tanaman (Hendroatmodjo, 2009).
Pertanaman tunggal atau monokultur adalah salah satu cara budidaya di lahan pertanian dengan menanam satu jenis tanaman pada satu areal. Cara budidaya ini meluas praktiknya sejak paruh kedua abad ke-20 di dunia serta menjadi penciri pertanian intensif dan pertanian industrial. Monokultur menjadikan penggunaan lahan efisien karena memungkinkan perawatan dan pemanenan secara cepat dengan bantuan mesin pertanian dan menekan biaya tenaga kerja karena wajah lahan menjadi seragam (Munir, 2006).
Cara budidaya ini biasanya dipertentangkan dengan pertanaman campuran atau polikultur. Dalam polikultur, berbagai jenis tanaman ditanam pada satu lahan, baik secara temporal (pada waktu berbeda) maupun spasial (pada bagian lahan yang berbeda). Pertanaman padi, jagung, atau gandum sejak dulu bersifat monokultur karena memudahkan perawatan. Dalam setahun, misalnya, satu lahan sawah ditanami hanya padi, tanpa variasi apa pun. Akibatnya hama atau penyakit dapat bersintas dan menyerang tanaman pada periode penanaman berikutnya. Pertanian pada masa kini biasanya menerapkan monokultur spasial tetapi lahan ditanami oleh tanaman lain untuk musim tanam berikutnya untuk memutus siklus hidup OPT sekaligus menjaga kesehatan tanah (Mejaya, 2008).
III. METODE PRAKTEK
3.1   Tempat dan Waktu

        Praktikum Dasar-Dasar Agronomi dilaksanakan dilahan pendidikan Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Palu. Pada hari Jum’at tanggal 7 Oktober 2011  sampai 30 Desember 2012,  pada pukul 15.00 - 17.00 WITA.

3.2   Alat dan Bahan

        Alat yang digunakan dalam praktikum Dasar-Dasar Agronomi adalah cangkul, ember, tali, kayu, sube, linggis, meteran, parangdan penggaris. Sedangkan bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah benih jagung           (Zea mays), benih kacang hijau (Phaseolus radiates), pupuk kandang serta pupuk NPK.

3.1   Cara Kerja
Cara kerja dalam praktikum Dasar-Dasar Agronomi yaitu pertama-tama melakukan penetapan lahan. Setelah itu, melakukan pengukuran lahan dengan panjang 8 Meter dan lebar 5 Meter, lalu lahan diolah kemudian dicampurkan pupuk kandang secukupnya, dalam hal ini pupuk kandang yang kami gunakan adalah berasal dari kotoran kambing.
Setelah pengolahan lahan selesai langkah selanjutnya yaitu menentukan jarak tanam dengan pola tanam tumpang sari, jarak tanam yang kami gunakan untuk tanaman jagung (Zea mays) 120 x 20 cm dan untuk tanaman kacang hijau (Phaseolus radiatus) 20 x 20 cm.
Setelah lahan diolah dan jarak ditentukan, kemudian masuk pada tahap penanaman. Sebelum benih ditanaman terlebih dahulu tanah tersebut ditugal, selanjutnya penanaman benih dilakukan dengan memasukkan satu benih pada Jagung (Zea mays) dan 3 benih pada Kacang hijau (Phaseolus radiatus). Kemudian proses pemupukan dilakukan dengan pemberian pupuk NPK dengan dosis secukupnya pada minggu ke-3 setelah tanam.
Pemeliharan dilakukan setiap hari dengan menyiram tanaman Jagung          (Zea mays) rutin setiap sore. Selanjutnya pengamatan dilakukan tiap seminggu sekali dengan variabel yang diamati pada Jagung (Zea mays) adalah tinggi tanaman, banyak daun dan diameter batang, sedangkan pada tanaman Kacang hijau yang diamati adalah tinggi tanaman dan jumlah daun



Artikel Terkait:

Tidak ada komentar: