JELAJAHI LEBIH BANYAK ILMU PENGETAHUAN MENARIK DI DALAM BLOG INI, BILA INGIN MENYAMPAIKAN SARAN DAN KRITIK BISA COMENT LANGSUNG DI BLOG INI (TERIMAKASIH ATAS KUNJUNGAN ANDA) BERBAGI ILMU: Desember 2011

LAPORAN SEMENTARA DASAR-DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN ( DDPT ) UNIVERSITAS TADULAKO, FAKULTAS PERTANIAN, AGROTEKNOLOGI


UNTUK MELIHAT CONTOH LAPORAN LAINNYA GESER HALAMAN SAMPAI BAWAH

LAPORAN SEMENTARA PRAKTIKUM
DASAR-DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN
Pengenalan Hama Penting Pada Tanaman Utama


Oleh
I PUTU EKA STYA DHARMA




PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2011

I.     PENDAHULUAN
1.1       Latar Belakang
Melihat hasil produksi tanaman perkebunan yang ada di daerah Sulawesi Tengah khususnya Palu mengalami penurunan atau tidak dapat mencapai hasil yang maksimal.  Penurunan tersebut sangat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi petani yang ingin memperbaiki taraf hidupnya melalui perkebunan.  Mengetahui keadaan seperti itu menimbulkan keingintahuan untuk mempelajari penyebab terjadinya situasi seperti itu.  Sehingga dengan mengetahui penyebabnya dapat memperbaikinya ke arah yang lebih baik.  Banyak  faktor yang mempengaruhi tanaman perkebunan sehingga tidak dapat memberikan hasil yang maksimal, salah satunya yaitu hama   
OPT merupakan Organisme Pengganggu Tanaman baik pada tanaman perkebunan maupun pada tanaman pertanian.  OPT atau hama merupakan organisme yang menyerang tanaman sehingga menimbulkan kerusakan baik pada tanaman baru di tanam atau masih bibit, tanaman yang masih muda atau tanaman yang sudah berproduksi.  Berbagai macam cara yang dilakukan oleh OPT untuk merusak tanaman, ada yang memakan daun, sehingga membuat tanaman tidak dapat melakukan fotosintesis dengan baik, ada yang merusak buah sehingga membuat produksi menurun, ada yang merusak batang sehingga tanaman tidak dapat berdiri dengan kokoh  (adisarwanto, 2001).

OPT yang banyak merusak tanaman perkebunan termasuk dalam golongan serangga.  Serangga memiliki morfologi yang terdiri dari Caput (kepala) yang terdiri dari mata, mulut, antena, dan cula. Dada yang terdiri dari kaki dan perut (abdomen) (adisarwanto, 2001).
Setelah mengamati keadaan pada berbagai tanaman hotikultura terdapat bermacam-macam variasi keadaan.  Ada yang dapat tumbuh dengan subur dari umur kecambah/ bibit atau pada saat penanaman hingga pada tahap terakhir, yaitu pada saat akan mengalami reproduksi dan pemanenan, dan ada pula yang mengalami kerusakan sehingga dapat mengganggu proses pertumbuhan tanaman yang menyebabkan tanaman tidak dapat menghasilkan produksi yang maksimal.
Melihat keadaan seperti itu, menimbulkan adanya rasa keinginan untuk mengetahui penyebab kerusakan pada tanaman tersebut.  Dengan mengetahui kerusakannya sehingga dapat mempelajari apa yang menjadi penyebabnya dan berusaha untuk mengendalikannya.  Dengan mengetahui cara pengendaliannya, hasil panen yang diinginkan dapat sesuai dengan apa yang diharapkan
Hama adalah hewan/organisme yang dapat bersifat penggenggangu bagi tanaman. Untuk mengenal berbagai jenis serangga yang dapat berpotensi sebagai hama, diperlukan langkah awal untuk mempelajari bentuk atau morfologinya, khususnya morfologi luar (external morphology) binatang penyebab hama. Namun demikian, tidak semua sifat morfologi tersebut akan dipelajari dan yang dipelajari hanya terbatas pada morfologi “penciri” dari masing-masing golongan. Hal ini bertujuan untuk mempermudah dalam melakukan identifikasi atau mengenali jenis-jenis hama yang dijumpai di lapangan (adisarwanto, 2001).
1.2       Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dari Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis serangga hama yang menyerang pada Tanaman Perkebunan, Hortikultura dan Tanaman Pangan.
Kegunaan dari praktikum ini untuk memberikan pengetahuan tentang bentuk ciri morfologi serangga serta memberikan gambaran tentang berbagai jenis serangga yang dapat merusak tanaman.
                                                                                                                                                        
II.   TINJAUAN PUSTAKA
2.1        Kumbang kelapa (Oryctes rhinoceros L)
2.1.1   Klasifikasi dan morfologi
Sistematika kumbang kelapa (Oryctes rhynoceros) menurut Kalshoven (1981) adalah sbb: Kingdom : Animalia, Filum : Arthropoda,                           Kelas : Insecta,  Ordo :  Coleoptera, Famili :  Scarabaeidae, Genus    : Oryctes,                      Spesies : Oryctes rhinoceros L.  (Anonim, 2009).
Kumbang ini berwarna gelap sampai hitam, sebesar biji durian, cembung pada bagian punggung dan bersisi lurus, pada bagian kepala terdapat satu tanduk dan terdapat cekungan dangkal pada permukaan punggung ruas di belakang kepala Kumbang kelapa (Oryctes rhynoceros) memiliki ciri morfologi yaitu berbentuk menyerupai huruf ”C”, berukuran seperti biji durian, mempunyai caput, thorax, abdomen, kaki, mulut, mata, berwarna keputihan.  Pada fase imago, kumbang (Oryctes rhinoceros) berwarna gelap sampai hitam sebesar biji durian, cembung pada bagian punggung dan bersisi lurus.  Pada bagian kepala terdapat satu tanduk dan cekungan dangkal pada permukaan punggung ruas di belakang kepala.  Gejala serangan yang ditimbulkannya yaitu bekas gigitannya pada daun seperti bekas guntingan (Anonim, 2009).
Kumbang kelapa (Oryctes rhinoceros L) pada bagian atas berwarna hitam mengkilat, bagian bawah coklat merah tua.  Panjangnya 3-5 cm, tanduk kumbang jantan lebih panjang dari tanduk betina.  Pada kumbang betina terdapat bulu yang tumbuh pada ujung abdomennya, sedangkan pada jantan tidak  (Anonim, 2009).
2.1.2   Daur hidup
Kumbang  kelapa (Oryctes rhinoceros) merupakan serangga yang mengalami metamorfosis sempurna yang melewati stadia telur, larva, pupa, dan imago.  Bertelur di tanah yang banyak humus atau bahkan bahan organic yang telah mulai membusuk.  Jumlah telurnya 45 butir.  Setelah 13-23 hari, telur akan menetas dan menjadi uret.  Perkembangan dari telur sampai dewasa kira-kira 7-8 bulan    (Anonim, 2009).

2.1.3  Gejala serangan

          Gejala serangan hama pada daun terjadi setelah kumbang menggerek ke dalam batang tanaman, yaitu memakan pelepah daun muda yang sedang berkembang.  Karena kumbang memakan daun yang sedang terlipat, maka bekas gigitan akan menyebabkan daun seakan-akan tergunting yang baru jelas terlihat setelah daun membuka.  Bekas guntingan ini merupakan ciri khas serangan kumbang kelapa.  Pada tanaman berumur 0-1 tahun, lubang pada pangkal batang dapat menyebabkan kematian titik tumbuh atau terpuntirnya pelepah daun yang dirusak.  Bila serangan sampai merusak titik tumbuh, maka kelapa tidak dapat membentuk daun baru lagi dan akhirnya mati. Pada serangan hebat, mengakibatkan ribuan pohon kelapa akan binasa (Anonim, 2009).
2.2     Larva Kumbang kelapa (Oryctes rhinoceros)

2.2.1  Klasifikasi dan morfologi

Klasifikasi Larva Kumbang Kelapa (Oryctes rhinoceros)                Kingdom : Animalia, Filum : Arthropoda, Kelas : Insecta, Ordo : Coleoptera, Famili : Scarabaeidae, Genus  : Oryctes, Spesies : Oryctes rhinoceros L.  (Anonim, 2009).
Morfologi dari  Kumbang Kelapa (Oryctes rhinoceros), yaitu: Larva Kumbang Kelapa (Oryctes rhinoceros) pada umumnya memiliki tanduk, abdomen dan kaki.  Tanduk  biasanya digunakan untuk membuat lubang pada batang kelapa, sedangkan pada kaki dan abdomen digunakan untuk berjalan.  Panjangnya bias mencapai 30 mm.  Warna larva yang masih muda putih, sedangkan larva yang tua menjadi sedikit kuning.  Larva kumbang kelapa (Oryctes rhinoceros) sebagai hama, namun beberapa diantaranya ada yang predator.  Larva kumbang kelapa (Oryctes rhinoceros) banyak terdapat pada batang kelapa yang sudah lapuk (Anonim, 2009).

2.2.2 Daur hidup

Telurnya diletakkan dalam tanah sekitar 5 cm.  Larva (uret) pada permulaannya hanya memakan humus dan kotoran lainnya.  Namun, setelah sedikit besar, uret memakan akar-akar tanaman yang masih hidup, bahkan kadang memakan kulit batang yang berada dalam tanah sehingga bias menyebabkan kematian tanaman masa berkepompongnya lebih kurang 2 bulan  (Anonim, 2009).
2.2.3  Gejala serangan
         Uret atau larva memakan akar-akar tanaman yang masih hidup, bahkan kadang memakan kulit batang yang berada dalam tanah sehingga bias menyebabkan kematian tanaman.

2.3    Walang Sangit  (Leptocorixa acuta)

2.3.1  Klasifikasi dan morfologi

Klasifikasi dari Walang sangit (Leptocorixa acuta), yaitu:               Kingdom         : Animalia, Phylum : Arthropoda, Kelas : Insecta, Ordo Hemiptera, Famili :Alydidae, Genus : Leptocorixa, Spesies : Acuta, Author : Thunberg (Pracaya, 2004)
Morfologi dari Walang sangit (Leptocorixa acuta), yaitu Walang sangit dewasa berwarna cokelat.  Bentuk walang sangit langsing.  Kaki dan sungutnya (antenna) panjang.  Walang sangit dewasa pandai terbang dan sering kali beterbangan di atas atau disamping orang yang berjalan, di sawah atau di kebun yang banyak dihuni.  Sementara itu, walang sangit muda berwarna hijau dan tidak beterbangan seperti yang dewasa sehingga sukar dilihat karena menyerupai warna daun padi.  Telur walang sangit berbentuk bulat dan pipih serta berwarna cokelat.  Telur diletakkan berbaris.  Dalam satu atau dua baris, telur berjumlah 12-16 butir (Pracaya, 2004)
Walang Sangit (Leptocorixa acuta) secara umum morfologinya tersusun atas caput tungkai depan, sayap depan, sayap belakang tungkai belakang, abdomen, toraks, dan antena.  Serangga ini memiliki sayap depan yang keras,tebal,dan tanpa vena.  Sayap belakang membraneus dan terlipat di bawah sayap depan saat serangga istirahat.  Alat mulut bertipe penggigit-pengunyah, umumnya mandibula berkembang dengan baik.  Pada beberapa jenis, khususnya dari suku Curculionidae alat mulutnya terbentuk pada moncong yang terbentuk di depan kepala  (Sudarmo, 2000).

2.3.2  Daur hidup

Walang sangit (Leptocorixa acuta) biasanya bertelur pada waktu sore hari atau senja.  Umunya telur diletakkan pada permukaan daun di dekat malai yang segera muncul.  Tujuannya agar pada waktu menetas nimfa segera dapat mengisap malai yang masih masak susu.  Walang sangit (Leptocorixa acuta) mengalami metamorfosis sederhana yang perkembangannya dimulai dari stadia telur, nimfa dan imago.  Imago berbentuk seperti kepik, bertubuh ramping, antena dan tungkai relatif panjang. Warna tubuh hijau kuning kecoklatan dan panjangnya berkisar antara 15 – 30 mm (Pracaya, 2004).
Telur berbentuk seperti cakram berwarna merah coklat gelap dan diletakkan secara berkelompok.  Kelompok telur biasanya terdiri dari 10 - 20 butir.  Telur-telur tersebut biasanya diletakkan pada permukaan atas daun di dekat ibu tulang daun.  Peletakan telur umumnya dilakukan pada saat padi berbunga.  Telur akan menetas 5 – 8 hari setelah diletakkan.  Perkembangan dari telur sampai imago adalah 25 hari dan satu generasi mencapai 46 hari (Pracaya, 2009).

2.3.3  Gejala serangan

           Nimfa dan imago mengisap bulir padi pada fase masak susu, selain itu dapat juga mengisap cairan batang padi.  Malai yang diisap menjadi hampa dan berwarna coklat kehitaman.  Walang sangit mengisap cairan bilir padi dengan cara menusukkan styletnya.  Nimfa lebih aktif daripada imago, tapi imago dapat merusak lebih banyak karena hidupnya lebih lama.  Hilangnya cairan biji menyebabkan biji padi mengecil jika cairan dalam bilir tidak dihabiskan.  Dalam keadaan tidak ada bulir yang matang susu, maka dapat menyerang bulir padi yang mulai mengeras, sehingga pada saat stylet ditusukkan mengeluarkan enzim yang mencerna karbohidrat  (Pracaya, 2004).

2.4     Kepik Hijau (Nezara viridula)

2.4.1  Klasifikasi dan morfologi

Klasifikasi   Kepik Hijau    (Nezara viridula),    Kingdom    : Animalia,        Famili: Pentatomidae,           Filum :  Arthropoda, Kelas :   Insecta, Ordo :            Hemiptera, Subordo          : Heteroptera, Genus : Nezara , Spesies : Nezara viridula            (Suwiryo ,2006).
Ordo Hemiptera yakni Kepik Hijau (Nezara viridula), secara umum morfologi hama serangga ini terdiri dari kepala (Caput), dada (Toraks), dan perut (Abdomen).  Nama Hemiptera berarti "yang bersayap setengah".  Nama itu diberikan karena serangga dari ordo ini memiliki sayap depan yang bagian pangkalnya keras seperti kulit, namun bagian belakangnya tipis seperti membrane.    
Sayap depan ini pada sebagian anggota Hemiptera bisa di lipat di atas tubuhnya dan menutupi sayap belakangnya yang seluruhnya tipis dan transparan, sementara pada anggota Hemiptera lain sayapnya tidak di lipat sekalipun sedang tidak terbang.  Ciri khas utama serangga anggota Hemiptera adalah struktur mulutnya yang berbentuk seperti jarum.  Mereka menggunakan struktur mulut ini untuk menusuk jaringan dari makannya dan kemudian menghisap cairan di dalamnya (Suwiryo, 2006),

2.4.2  Daur hidup

Jumlah telurnya lebih kurang 1.100 butir.  Telur diletakkan berkelompok pada daun dengan masing-masing berjumlah 10-90 butir.  Perkembangan telur sampai dewasa lebih kurang 4-8 minggu.  Jumlah daur hidupnya lebih kurang 60-80 hari, bahkan ada yang bias mencapai setengah tahun.  Warna nimfa cerah             (Pracaya, 2004).

2.4.3  Gejala serangan

Kepik (Nezara viridula), ini sering merusak tanaman padi, tetapi juga sering menyerang jagung, cantel dan rumput-rumputan.  Pada siang hari, kepik dewasa bersembunyi di tengah-tengah tanaman padi atau di dalam lumpur dekat akar tanaman.   Tujuannya untuk menghindari cahaya matahari.  Pada waktu senja, kepik naik ke daun-daun tanaman dan menghisap cairan tanaman padi.  Akibatnya adalah warna di tempat sekitar isapan menjadi coklat dan tepinya coklat tua.  Jika serangan menghebat, ujung atau tepi daun dan bagian tengahnya atau seluruh tanaman menjadi kering.  Ada kemungkinan juga bagian tengah dari daun menggulung membujur  (Pracaya, 2004).

2.5     Ulat Daun Bawang (Spodoptera exigua)

2.5.1  Klasifikasi dan morfologi

Klasifikasi Ulat Daun Bawang (Spodoptera exigua), yaitu:                  Famili : Noctuidae, Ordo : Lepidoptera, Spesies : Spodoptera exigua               (Pracaya, 2004).    
Rentangan sayap ngengat panjangnya antara 25 – 30 mm.  Sayap depan berwarna coklat tua dengan garis-garis yang kurang tegas dan terdapat pula bintik-bintik hitam.  Sayap belakang berwarna keputih-putihan dan tepinya bergaris-garis hitam.  Ngengat betina mulai bertelur pada umur 2 – 10 hari               (Pracaya, 2004).
Telur berbentuk bulat sampai bulat panjang, diletakkan oleh induknya dalam bentuk kelompok pada permukaan daun atau batang dan tertutup oleh bulu-bulu atau sisik dari induknya. Tiap kelompok telur maksimum terdapat 80 butir.  Jumlah telur yang dihasilkan oleh seekor ngengat betina sekitar 500 – 600 butir.  Setelah 2 hari telur menetas menjadi larva (Pracaya, 2004).
Larva atau ulat muda berwarna hijau dengan garis-garis hitam pada punggungnya.  Ulat tua mempunyai beberapa variasi warna, yaitu hijau, coklat muda dan hitam kecoklatan.  Ulat yang hidup di dataran tinggi umumnya berwarna coklat.  Stadium ulat terdiri dari 5 instar.  Instar pertama panjangnya sekitar 1,2 – 1,5 mm, instar kedua sampai instar terakhir antara 1,5 – 19 mm.  Setelah instar terakhir ulat merayap atau menjatuhkan diri ke tanah untuk berkepompong.  Ulat lebih aktif pada malam hari.  Stadium larva berlangsung selama 8 – 10 hari.
Pupa berwarna coklat muda dengan panjang 9 – 11 mm, tanpa rumah pupa.  Pupa berada di dalam tanah dengan kedalaman + 1 cm, dan sering dijumpai juga pada pangkal batang, terlindung di bawah daun kering, atau di bawah partikel tanah.  Pupa memerlukan waktu 5 hari untuk berkembang menjadi ngengat (Pracaya, 2004).

2.5.2  Daur hidup

Larva muda yang menetas dari telur akan bergerombol pada sisi bagian bawah daun.  Ulat-ulat kecil ini mulai memakan daging daun dan meninggalkan lapisan terluar dari daun (epidermis) yang berupa lapisan tipis berwarna putih tembus pandang.  Sedangkan ulat yang besar (larva dewasa) dapat memakan   urat-urat daun sehingga daun akan berlubang-lubang.  Pada siang hari ulat bersembunyi dalam tanah (tempat yang lembab) dan menyerang tanaman pada malam hari  (Pracaya, 2004).

2.5.3  Gejala serangan

Larva muda yang menetas dari telur akan bergerombol pada sisi bagian bawah daun.  Ulat-ulat kecil ini mulai memakan daging daun dan meninggalkan lapisan terluar dari daun (epidermis) yang berupa lapisan tipis berwarna putih tembus pandang.  Larva muda umumnya berwarna hijau muda, bagian sisi coklat tua atau hitam kecoklatan dan hidup berkelompok.  Sedangkan ulat yang besar               (larva dewasa) dapat memakan urat-urat daun sehingga daun akan berlubang-lubang, umumnya warna larva dewasa adalah hijau gelap dengan garis punggung warna gelap memanjang.  Pada siang hari ulat bersembunyi dalam tanah (tempat yang lembab) dan menyerang tanaman pada malam hari.  Serangan berat dapat menyebabkan tanaman gundul karena daun dan buah habis dimakan ulat      (Pracaya, 2004).

2.6     Ulat Daun Kubis (Plutella xylostella)

2.6.1  Klasifikasi dan morfologi

Klasifikasi Ulat Daun Kubis (Plutella xylostella), yaitu:                     Famili : Plutellidae, Ordo : Lepidoptera  Spesies : Plutella xylostella        (Pracaya, 2004).
Ulat kubis (Plutella xylostella) merupakan serangga yang termasuk dalam ordo Lepidoptera yang memiliki ciri-ciri tubuh ini tidak mempunyai garis membujur pada tubuhnya.  Larva terdiri atas empat instar.  Ukuran larva instar keempat 10 - 12 mm.  Kepala berwarna kuning muda terdapat bintik-bintik gelap. Tubuhnya berwarna hijau muda terdapat bulu hitam tipis.  Apabila disentuh larva bereaksi ganas, menjatuhkan diri dan membentuk benang sutera.  Pupa terletak pada daun atau batang, seperti jalinan benang berwarna putih sehingga nampak seperti kumparan benang   (Pracaya, 2004).
2.6.2  Daur hidup

Larva P. xylostella mudah dibedakan dengan larva serangga hama lainnya karena larva ini tidak mempunyai garis membujur pada tubuhnya. Larva terdiri atas empat instar.  Ukuran larva instar keempat 10 - 12 mm.  Kepala berwarna kuning muda terdapat bintik-bintik gelap.  Tubuhnya berwarna hijau muda terdapat bulu hitam tipis.  Apabila disentuh larva bereaksi ganas, menjatuhkan diri dan membentuk benang sutera (Pracaya, 2004).
Pupa terletak pada daun atau batang, seperti jalinan benang berwarna putih sehingga nampak seperti kumparan benang.  Dalam satu tahun beberapa generasi dapat dihasilkan apabila kondisi menguntungkan, di negara subtropis tidak lebih dari 2 - 3 generasi tetapi di negara tropis dapat mencapai 16 generasi. Hama         P. xylostella mempunyai daerah sebaran luas baik di daerah tropis maupun subtropis.  Di Indonesia hama tersebut dilaporkan menyerang di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara (Pracaya, 2004).
Ngengat beristirahat pada siang hari.  Umur ngengat  2 - 4 minggu.  Ngengat betina mampu menghasilkan telur 180 - 320 butir.   Daur  hidup dari telur sampai ngengat pada ketinggian 250 m di atas permukaan laut (dpl) 12 - 15 hari dan 20 - 25 hari pada ketinggian 110 m dpl  (Pracaya, 2004).
2.6.3  Gejala serangan
Larva (ulat) muda yang baru menetas, menggerek daun kubis selama 2 - 3 hari. Selanjutnya memakan jaringan bagian permukaan bawah daun atau permukaan atas daun dan meninggalkan lapisan tipis/transparan sehingga daun seperti berjendela dan akhirnya robek serta membentuk lubang.  Apabila tingkat populasi larva tinggi hampir seluruh daun dimakan dan hanya tulang daun yang ditinggalkan.  Umumnya serangan berat terjadi pada musim kemarau pada umur 5 - 8 minggu.  Ulat daun kubis mulai menyerang sejak awal pra pembentukan krop (0 – 49) hari setelah tanam sampai fase pembentukan krop (49 - 85 hst)     (Pracaya, 2004).
2.7     Ulat Grayak (Spodoptera litura)
2.7.1  Klasifikasi dan morfologi

Kingdom : Animalia, Phylum : Arthropoda, Class : Insecta,                 Order : Lepidoptera, Family : Noctuidae, Genus : Spodoptera,                      Species : Spodoptera  litura  (Anonim, 2009).
Morfologi  dari Ulat Grayak (Spodoptera litura), yaitu:  Sayap ngengat bagian depan berwarna coklat atau keperak-perakan, sayap belakang berwarna keputih-putihan dengan bercak hitam.  Malam hari ngengat dapat terbang sejauh 5 kilometer.  Telur berbentuk hampir bulat dengan bagian datar melekat pada daun (kadang-kadang tersusun 2 lapis), berwarna coklat kekuning-kuningan diletakkan berkelompok (masing-masing berisi 25 - 500 butir) yang bentuknya        bermacam-macam pada daun atau bagian tanaman lainnya.  Kelompok telur tertutup bulu seperti beludru yang berasal dari bulu-bulu tubuh bagian ujung ngengat betina  (Anonim, 2009).
Larva mempunyai warna yang bervariasi, mempunyai kalung/bulan sabit berwarna hitam pada segmen abdomen yang keempat dan ke sepuluh.  Pada sisi lateral dorsal terdapat garis kuning.  Ulat yang baru menetas berwarna hijau muda, bagian sisi coklat tua atau hitam kecoklatan dan hidup berkelompok.  Beberapa hari kemudian tergantung ketersediaan makanan, larva menyebar dengan menggunakan benang sutera dari mulutnya.  Siang hari bersembunyi dalam tanah                  (tempat yang lembab) dan menyerang tanaman pada malam hari (Anonim, 2009).
Biasanya ulat berpindah ke tanaman lain secara bergerombol dalam jumlah besar. Warna dan perilaku ulat instar terakhir mirip ulat tanah perbedaan hanya pada tanda bulan sabit, berwarna hijau gelap dengan garis punggung warna gelap memanjang. Umur 2 minggu panjang ulat sekitar 5 cm. Ulat berkepompong dalam tanah, membentuk pupa  tanpa rumah pupa (kokon) berwarna coklat kemerahan dengan panjang sekitar 1,6 cm. Siklus hidup berkisar antara 30 - 60 hari (lama stadium telur 2 - 4 hari, larva yang terdiri dari 5 instar : 20 - 46 hari, pupa 8 - 11 hari). Seekor  ngengat betina dapat meletakkan 2000 - 3000 telur (Anonim, 2009).

2.7.2  Daur hidup

Pada waktu hari mulai gelap ulat mulai mencari makanan.  Ulat ini memang takut pada sinar matahari sehingga pada waktu siang bersembunyi di bawah pohon atau dibawah tanah.  Ulat yang masih muda bergeraknya seperti ulat jengkal.  Ulat ini memakan bagian tepi daun yang lunak hingga tinggal tulang daun.  Ualt yang lebih tua memakan seluruh daun, kecuali bagian tulang daun tengah.  Ulat ini juga memotong tangkai mayang hingga banyak terdapat butiran-butiran padi yang tersebar di atas tanah.
Ulat berkepompong dalam tanah, baik di kebun maupun di sawah yang tidak tergenang air.  Setelah menjadi ngengat, hamaini akan bertelur.  Ngengat betina bias bertelur sampai 400 butir.  Telur biasanya diletakkan dalam barisan yang memanjang, di balik daun bagian dasar.  Perkembangan dari telur sampai menjadi ngengat membutuhkan waktu sekitar 5 minggu (Pracaya, 2004).

2.7.3  Gejala serangan

Larva yang masih kecil merusak daun dengan meninggalkan sisa-sisa epidermis bagian atas/transparan dan tinggal tulang-tulang daun saja.  Larva instar lanjut merusak tulang daun dan kadang-kadang menyerang buah.  Biasanya larva berada di permukaan bawah daun menyerang secara serentak berkelompok, serangan berat dapat menyebabkan tanaman gundul karena daun dan buah habis dimakan ulat. Serangan berat umumnya terjadi pada musim kemarau        (Pracaya, 2004).
III.  METODOLOGI
3.1    Tempat dan Waktu
         Praktikum Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman tentang Pengenalan Hama Penting pada Tanaman Utama dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Tadulako, Palu.  Waktu pelaksaan praktikum adalah pada hari Jumat 26 November 2010, dari pukul 14. 00 wita – selesai.

3.2    Alat dan Bahan
         Alat yang digunakan dalam praktikum Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman tentang Pengenalan Hama Penting pada Tanaman Utama adalah papan bedah, jarum pentul, toples/gelas aqua, kertas kuarto dan alat tulis menulis lainnya.
         Bahan yang digunakan dalam pelaksanaan Praktikum Dasar–Dasar  perlindungan Tanaman tentang Pengenalan Hama Penting pada Tanaman Utama adalah kumbang kelapa (Oryctes rhinoceros) dan gejala serangannya, larva kumbang kelapa (Oryctes rhinoceros) dan gejala serangannya, walang sangit (Leptocorixa acuta) dan gejala serangannya, kepik hijau (Nezara viridula) dan gejala serangannya, ulat daun bawang (Spodoptera exigua) dan gejala serangannya, ulat daun kubis (Plutella xlustella) dan gejala serangannya, ulat tentara (Spodoptera litura) dan gejala serangannya, kepik penghisap buah kakao (Helopeltis Sp.) dan gejala serangannya.

3.3    Cara kerja
  Pada pengamatan Pengenalan Hama Penting pada Tanaman Utama, pertama-tama menyiapkan bahan/spesimen hama, kemudian mengambil dan mengamati morfologi spesimen tersebut satu persatu, setelah itu menggambar specimen pada kertas kuarto dan memberikan keterangan pada setiap gambar tersebut kemudian mengambil serangan hama dari berbagai jenis yang didasarkan pada gejala serangannya pada tumbuhan yaitu serangan pemakan, penghisap, penggerek kemudian menggambar pada kertas kuarto dan memberikan keterangan pada gambar.  

IV.  HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1     Hasil
Dari pengamatan yang telah dilakukan dalam Praktikum Dasar-dasar Perlindungan Tanaman tentang Pengenalan Hama Penting pada Tanaman Utama, maka diperoleh hasil sebagai berikut:
4.2       Pembahasan
         Berdasarkan hasil pengamatan Pada pengamatan kumbang kelapa    (Oryctes rhinoceros) di peroleh morfologi yaitu pada bagian kepala (Caput) terdapat sepasang mata, sepasang tanduk dan mulut berupa penggigit.   Pada bagian belakang terdapat dua pasang sayap yakni sayap depan yang mengeras dan tebal sedangkan sayap pada bagian dalam tipis.  Serangga ini memiliki pula tiga pasang kaki yakni sepasang tungkai depan, sepasang tungkai tengah dan sepasang tungkai belakang serta memiliki ovipositor.
         Kumbang Kelapa (Oryctes rhinoceros) mempunyai caput, thorax, abdomen, kaki, mulut, mata, berwarna keputihan.  Gejala serangannya yaitu pada daun nampak berlubang-lubang.  Pada fase imago, kumbang Oryctes rhynoceros berwarna gelap sampai hitam sebesar biji durian, cembung pada bagian punggung dan bersisi lurus.   Pada bagian kepala terdapat satu tanduk dan cekungan dangkal pada permukaan punggung ruas di belakang kepala  (Andini, 2010).
         Kumbang  kelapa (Oryctes rhinoceros) merupakan serangga yang mengalami metamorfosis sempurna yang melewati stadia telur, larva, pupa, dan imago.  Pada fase imago, kumbang ini berwarna gelap sampai hitam sebesar biji durian, cembung pada bagian punggung dan bersisi lurus.
         Gejala serangan hama pada daun terjadi setelah kumbang menggerek ke dalam batang tanaman, yaitu memakan pelepah daun muda yang sedang berkembang. Karena kumbang memakan daun yang sedang terlipat, maka bekas gigitan akan menyebabkan daun seakan-akan tergunting yang baru jelas terlihat setelah daun membuka.  Bekas guntingan ini merupakan ciri khas serangan kumbang kelapa.  Pada tanaman berumur 0-1 tahun, lubang pada pangkal batang dapat menyebabkan kematian titik tumbuh atau terpuntirnya pelepah daun yang dirusak. Bila serangan sampai merusak titik tumbuh, maka kelapa tidak dapat membentuk daun baru lagi dan akhirnya mati. Pada serangan hebat, mengakibatkan ribuan pohon kelapa akan binasa (Kartasapoetra, A.G, 1998).
         Pada pengamatan larva dari kumbang kelapa(Oryctes rhinoceros)  ini diperoleh morfologi yaitu terdapat sepasang mata, sepasang tanduk dan mulut berupa penggigit serta pada dada (Toraks) memiliki tiga pasang kaki dan juga memiliki perut yang beruas-ruas serta memiliki ovipositor.
         Larva Kumbang Kelapa pada umumnya memiliki tanduk, abdomen dan kaki.  Tanduk  biasanya digunakan untuk membuat lubang pada batang kelapa, sedangkan pada kaki dan abdomen digunakan untuk berjalan.  Larva kumbang sebagai hama, namun beberapa diantaranya ada yang predator.  Larva kumbang kelapa banyak terdapat pada batang kelapa yang sudah lapuk (Soenarjo, 2000).
         Berdasarkan hasil pengamatan pada Walang Sangit (Leptocorixa acuta) yang dilakukan di laboratorium Hama Penyakit Tumbuhan, pada umumnya memiliki  mata, caput, thorax, abdomen, sepasang sayap dan  rostum (moncong) dan memiliki ukuran tubuh yang kecil dan berwarna hijau.
         Morfologi walang sangi (Leptocorixa acuta) diperoleh yang merupakan ordo Hemiptera diperoleh morfologinya yaitu pada bagian kepala (Caput) terdapat sepasang antena, sepasang mata dan mulut berupa penghisap.  Sedangkan bagian dada (Toraks) terdapat tiga pasang kaki takni sepasang kaki depan, sepasang kaki tengah dan sepasang kaki belakang dan pada bagian berut (Abdomen) berbentuk ruas-ruas.   Sedangkan pada bagian belakanG terdapat dua pasang sayap, yang mana sayap depannya tebal sedangkan bagian dalamnya berbentuk selapu
         Ordo Coleoptera yakni walang sangit (Leptocorixa acuta). Secara umum morfologinya tersusun atas caput tungkai depan, sayap depan, sayap belakang tungkai belakang, abdomen, toraks, dan antena. Serangga ini memiliki sayap depan yang keras,tebal,dan tanpa vena.  Sayap belakang membraneus dan terlipat di bawah sayap depan saat serangga istirahat. Alat mulut bertipe penggigit-pengunyah, umumnya mandibula berkembang dengan baik.  Pada beberapa jenis, khususnya dari suku Curculionidae alat mulutnya terbentuk pada moncong yang terbentuk di depan kepala (Anonim, 2009).
         Gejala serangan walangan sangit (Leptocorixa acuta) pada padi yang dalam keadaan matang susu diisap cairannya hingga menjadi hampa (gabug) atau perkembangannya kurang baik. Padi yang telah di isap walang sangit biasanya akan terserang cendawan helminthosporium yang di tandai bulir padi mula-mula berwarna putih menjadi coklat atau kehitaman  (Anonim, 2009).
         Pengendalian dilakukan dengan menggunakan insektisida yang dianjurkan dan aplikasinya didasarkan pada hasil pengamatan.  Apabila terdapat dua ekor walang sangit per meter persegi (16 rumpun) saat padi berbunga serempak sampai masaka susu, saat itulah dilakukan penyemprotan.  Walang sangit dewasa dapat dikendalikan dengan insektisida monokrotofos. Insektisida yang efektif terhadap walang sangit adalah BPMC dan MICP (Anonim, 2009).
Pada pengamatan kepik hijau (Nezara viridula) yakni tergolong pada ordo Hemiptera, diperoleh hasil morfologinya yaitu pada bagian kepala (Caput) memiliki sepasang mata, mulut moncong berupa pencucup penghisap dan memiliki sepasang antena sedangkan pada bagian perut (Abdomen) terdapat tiga pasang kaki yaitu sepasang kaki depan, sepasang kaki tengah dan sepasng kaki belakang.    Pada bagian belakanggnya terdapat dua pasang sayap, yang mana sayap depannya menebal pada bagian pangkalnya sayap belakang membranus dan agak pendek dan serangga ini juga memiliki ovipositor.
 Ordo Hemiptera yakni Kepik Hijau (Nezara viridula), secara umum morfologi hama serangga ini terdiri dari kepala (Caput), dada (Toraks), dan perut (Abdomen).  Nama Hemiptera berarti "yang bersayap setengah".  Nama itu diberikan karena serangga dari ordo ini memiliki sayap depan yang bagian pangkalnya keras seperti kulit, namun bagian belakangnya tipis seperti membrane.  Sayap depan ini pada sebagian anggota Hemiptera bisa dilipat di atas tubuhnya dan menutupi sayap belakangnya yang seluruhnya tipis dan transparan, sementara pada anggota Hemiptera lain sayapnya tidak dilipat sekalipun sedang tidak terbang.  Ciri khas utama serangga anggota Hemiptera adalah struktur mulutnya yang berbentuk seperti jarum.  Mereka menggunakan struktur mulut ini untuk menusuk jaringan dari makannya dan kemudian menghisap cairan di dalamnya (Suwiryo,2006),
KLIK INI UNTUK BACA SELANJUTNYA...