Jumat 30 Maret 2012, lepas maghrib, situasi di depan Gedung DPR RI tak terkendali. Massa demonstran terlibat bentrok dengan aparat keamanan. Suara teriakan, lemparan batu, semburan meriam air, gas air mata yang ditingkahi percik api mirip petasan, membuat suasana makin mencekam.
Selain dua kubu bertikai, ada kelompok lain yang berada di tengah mereka: para jurnalis yang bertugas mengabadikan momentum dan menyebarkan informasi pada khayalak luas.
Tak jarang, mereka ikut jadi korban. Seperti yang dialami kamerawan antv, Hartono. Tapi, bukan batu atau gas air mata yang menyasar ke dirinya, melainkan cairan kimia berbahaya atau air keras.
Malam kemarin, ia ikut meliput aksi pembubaran demonstran yang dilakukan polisi di depan gedung DPR. "Saya merasakan perih di bagian leher dan wajah. Saya pikir efek tembakan gas air mata," kata dia kepada VIVAnews.com, Sabtu 31 Maret 2012.
Perih dirasakan setelah terkena cairan yang terasa lengket. Saat itu, ia pikir, cairan itu datang dari meriam air. Kepada rekan wartawan lain, ia meminta pasta gigi untuk mengurangi rasa perih. Odol lantas ia oleskan di bawah mata dan leher. Hartono tak lantas balik kanan, ia terus meliput sampai aparat yang mengejar para demonstran, mundur ke komplek DPR.
"Saya baru sadar waktu di lift kantor, di kaca saya lihat kulit wajah saya melepuh," kata Hartono.
Saat ia memeriksa tubuhnya, ditemukan luka gosong di pipi kanan dan di leher kanan. Juga di dada, pundak, dan telinga. "Yang besar di leher dan pipi kanan," kata dia. "Awalnya saya menduga, akibat ledakan gas air mata yang seperti kembang api. Belakangan saya baru tahu itu akibat cairan kimia."
Hartono mengaku tak tahu dari mana cairan itu berasal. Apalagi, kala itu situasi gelap. Ia hanya ingat, merasakan cairan lengket terpercik ke arahnya saat berada di taman, di rumput. "Posisi sebelumnya saya berada di aspal, di jalan. Karena didorong polisi saya ke luar dari jalan raya," tuturnya.
Dia memang tak harus mondok di rumah sakit, ia merawat lukanya di rumah, dengan obat kompres dan dua salep yang diberikan dokter. "Sampai sekarang saya masih susah nengok. Luka di leher saya kaku. Untung saat kejadian saya memakai topi. Bagian topi yang terkena cairan itu juga kaku, seperti lem," kata dia. "Untung saja cairan itu tak mengenai mata saya."
Menderita luka saat meliput kejadian bentrok adalah risiko bagi jurnalis. Namun, ke depan, Hartono mendukung langkah polisi yang merazia para pengunjuk rasa, agar tak membawa barang berbahaya. "Saat pagar dirubuhkan, teralis tajam dipotong oleh demonstran, lalu dikantongi. Saat itu, saya sudah agak khawatir," kata dia.
Hartono mengakui, siraman air keras adalah modus yang baru ia alami selama meliput peristiwa rusuh.
Ada rasa kapok meliput bentrok? "Saya salah satu wartawan yang berada di Kapal Levina saat tenggelam dan menewaskan dua jurnalis. Ini bagian dari tuntutan tugas," tambah dia.
Hartono bukan satu-satunya korban. Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Rikwanto mengatakan korban siraman cairan kimia berbahaya adalah aparat kepolisian ada tiga orang wartawan.
"Selain anggota kami, ada wartawan juga dari perwakilan kantor berita Prancis, tapi dia orang Indonesia yang terkena siraman cairan kimia," ujar Rikwanto kepada
Tidak ada komentar:
Posting Komentar